Womansipasi
Masih dalam semangat hari Kartini di bulan April, kita memperingati kisah pahlawan perempuan yang memperjuangkan kemajuan gendernya, R.A. Kartini. Setiap berbicara mengenai hal ini, saya bisa sangat passionate, karena gerakan female empowerment sangat penting untuk memajukan kualitas hidup para perempuan dan pada akhirnya berdampak pada generasi penerus yang dibesarkan oleh perempuan.
Kebetulan, belakangan ini saya direkomendasikan untuk membaca paper atau makalah yang sangat menarik dari Barber and Odean (1998), berjudul Boys Will Be Boys: Gender, Overconfidence, and Common Stock Investment. Paper yang, menurut saya, mengkonfirmasi beberapa hal yang sering ditemui ketika berinteraksi dengan teman-teman investor di pasar modal.
Pada paper-nya, mereka menemukan bahwa pria lebih sering mengambil keputusan yang sifatnya highly speculative dibandingkan perempuan, dan pria juga lebih cenderung melakukan counterproductive overtrading.
Menarik sekali. Sebab saya juga setuju, bahwa memang sepertinya pria lebih sering cenderung overtrading dan perempuan cenderung lebih sabar (anecdotal evidence, karena saya tidak punya studi resmi mengenai hal ini), dan perempuan pun lebih cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan finansial.
Lalu saya juga menonton pidato Ibu Sri Mulyani mengenai perempuan dan investasi. Disebutkan bahwa pemilik ORI017 dan ORI018 rata-rata sekitar 56%-nya merupakan perempuan. Dari sini mungkin kita bisa simpulkan bahwa perempuan lebih menyukai kelas aset yang sifatnya lebih konservatif, dibandingkan yang memiliki risiko tinggi.
Apakah ini merupakan bukti bahwa perempuan adalah pengelola keuangan yang lebih baik? Tapi bukankah ketika pengelola dana investasi melakukan keputusan investasi, tujuannya adalah mereka mencapai return yang tinggi di atas benchmark?
Betul, tapi ada satu komponen yang sering dilupakan, yaitu risiko. Nah, dalam berinvestasi, baiknya kita memilih komposisi portofolio dengan risiko yang paling minim dan return yang paling optimal. Sepertinya bagi perempuan pada umumnya, kita cenderung lebih risk-averse atau menghindari risiko. And I don’t think it’s a bad thing at all. Memang kecenderungan itu terjadi sepertinya karena perempuan lebih mementingkan kehati-hatian dan berpikir jangka panjang dalam memilih kelas aset; mungkin dikarenakan keengganan menerima risiko dan ingin mengelola uang keluarga secara berhati-hati.
Jadi, saya nggak akan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa kurangnya investor perempuan relatif dibandingkan investor pria itu karena mereka tidak melihat pentingnya investasi. Mungkin saja perempuan lebih risk-averse sehingga cenderung memilih instrumen yang mereka sudah kenal.
Lebih penting lagi, saya berpendapat bahwa seharusnya akses pengenalan dunia investasi dan macam-macam kelas aset kepada perempuan harusnya diperluas. Investor pasar modal di Indonesia sekarang ada 4,9 juta orang; dan hanya 38% merupakan perempuan. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh preferensi kebanyakan perempuan untuk menginvestasikan dananya pada instrumen emas dan/atau aset riil. Hal-hal ini kan, tidak terdeteksi di jumlah investor pasar modal. Padahal mungkin perempuan lebih aktif berinvestasi, hanya tidak tercatat saja.
Karena itulah, akses ini harusnya diperluas dan makin mudah dijangkau oleh seluruh lapisan perempuan Indonesia; agar mereka mengetahui bahwa sebenarnya banyak lho jenis-jenis kelas aset yang bisa dipilih, dengan entry barrier yang lebih rendah dan mungkin pergerakan harganya lebih tidak volatile. Terlihat dari membesarnya proporsi penjualan ORI belakangan ini yang lebih didominasi perempuan; investor perempuan sebenarnya bisa kok memilih instrumen-instrumen lain jika mereka sudah mengerti tentang mekanismenya.
Nah, para perempuan Indonesia yang ingin belajar investasi dan mengetahui lebih lanjut tentang pengaturan keuangan, dan seterusnya bisa bergabung di komunitas SayaKaya. Menurut saya, edukasi keuangan dan investasi harusnya bisa diakses semua orang, dan bukan hanya kepada yang sanggup untuk membayar akses tersebut. Di sini, kamu bisa bertanya dan belajar tentang berbagai aset investasi secara gratis.
Yuk, mari kita tingkatkan womansipasi keuangan perempuan Indonesia!
Lihat Blog Lainnya
Soal Menjadi Tidak Tipikal
Di satu sore, saya ngobrol dan saling bertukar pikiran dengan Shifra Lushka, penulis buku best seller BTS, Today We Fight. Shifra adalah seorang penulis milenial yang aktif di bidang sosial. Seorang pengagum George Orwell plus tentunya BTS.
Baca Selengkapnya