It’s the Climb, Champ!
Rabu minggu lalu, saya sempatkan nonton acara IG Live. Kali ini topiknya bukan tentang investasi melainkan perbincangan seru seputar gowes oleh tiga orang istimewa: Oriana Titisari dari Sucor Asset Management, Adrianus Bias — bos riset Sucor Sekuritas, dan bintang tamunya John Boemihardjo.
Uniknya, JB (John Boemihardjo, bukan Justin Bieber ya) yang arek Suroboyo ini bukan seorang fund manager, walau ia juga seorang investor di pasar saham. Selain aktif di dunia bisnis, JB ini tidak perlu diragukan lagi ketokohannya di dunia per-gowesan, alias Sekte Gowes. Ia bahkan sering dianggap sebagai Ketua Sekte Gowes. Banyak prestasi JB di dunia gowes, dan yang paling anyar adalah saat JB menorehkan prestasi spektakuler dari ajang Unbound Gravel atau yang dulu dikenal sebagai Dirty Kanza.
Bulan Juni 2021 lalu, ia berhasil finish di ajang sepeda gravel terbesar di dunia dengan rute 200 mil (sekitar 330 km). Waktunya 16 jam, 13 menit dan 12 detik dengan total kalori yang dibakar 9.548 kcal!
Medan Unbound Gravel yang “ngeri” dan penuh tantangan.
Medannya tidak mudah, melewati jalan berbatu, tanjakan berbukit, angin yang tak terduga arahnya, dan masih banyak lagi kekejaman Dirty Kanza. Cuma wong edan yang mau ikut acara ekstrem ini.
Oke, ini keren. Tapi mengapa Sucor Group bikin acara bertemakan Gowes dan bukan investasi seperti biasanya?
Jawaban atas pertanyaan ini saya dapatkan di akhir acara. Pertama, ternyata ada banyak persamaan antara pasar modal dan bersepeda. Akan saya jelaskan lebih lanjut nanti.
Kedua, menurut saya acara ini sederhana: ingin berbagi kebahagiaan di saat kesedihan dan tantangan berat sedang dihadapi oleh bangsa ini. Semuanya dilandasi oleh kepercayaan bahwa kebahagiaan adalah satu-satunya hal yang malah berkembang biak dalam diri, saat kita membagikannya dengan orang lain. Juga bahwa kebahagiaan sebenarnya ada di genggaman tangan kita, dari dalam diri kita. Kalau sehat dan bahagia, kita sudah makmur.
Satu hal lagi. Di saat yang sulit seperti saat ini, beredar video yang sebenarnya punya pesan moral yang baik; bahwa apa yang mau kita sombongkan di dunia ini mengingat semua akan berakhir sama: nihil. Juga pesan moral yang indah bahwa yang akan dikenang pada akhirnya adalah perbuatan baik kita.
Tapi ada satu bagian yang saya kurang sependapat. Yaitu pendapat bahwa di hari tua nanti, saat hidup kita sedang menghadapi final margin call, semuanya tidak akan membawa apa-apa. Semuanya toh akan berakhir sama. Mirip-mirip prinsip nihilisme.
Saya hanya khawatir, kalau beranggapan bahwa semuanya tidak berarti dan toh akan berakhir sama, maka kita akan menganggap pekerjaan sebagai beban semata, karena tidak berarti. Pekerjaan bukan dianggap sebagai berkat. Karena terlalu berfokus pada titik akhir perjalanan, bukan pada perjalanannya itu sendiri.
Padahal perjalanan mencapai cita-cita itu adalah hadiah utamanya. Setiap langkah, setiap kemajuan, setiap pembelajaran untuk menjadi lebih bijak adalah hal-hal yang harus disyukuri dan dirayakan. Mengapa? Karena kita telah menjadi manusia yang lebih baik, lebih bersyukur, dan akhirnya lebih berbahagia. Bukankah kita merasa paling bahagia kalau merasa ada kemajuan dalam hidup kita?
Inilah yang menurut saya mengapa perbincangan dengan JB menjadi penting, karena perjalanan Unbound Gravel ini rasanya bisa menjadi perayaan yang juga memberikan pelajaran untuk kita semua.
Boris, sang kucing trader yang suka gowes
Sebelum acara mulai, saya sempat berbincang dengan Oriana, sang MC. Kala itu ia merasa gugup karena ia mengaku terakhir kali naik sepeda mungkin saat masih remaja.
Jadilah ia melakukan beberapa persiapan. Pertama, ia memberanikan diri untuk naik sepeda lagi. Banyak orang membuat perumpamaan bahwa naik sepeda itu amat mudah. “It’s like riding a bicycle,” kata orang. Sekali belajar tidak akan pernah lupa. Muscle memory.
Nyatanya, begitu mulai ia langsung terjatuh. Alasan pertama, otot masih kaku. Lalu kali kedua, kembali terjatuh. Oh, kursinya ketinggian dan kakinya tidak bisa menjangkau lantai. Kali ketiga masih agak takut karena sudah jatuh dua kali. Ya terpaksa, sesi belajar sepeda ini diakhiri.
Saya pun memberi sedikit saran... “kalau mau naik sepeda jangan lihat bawah, tapi lihat ke depan, ke tujuan mu.”
Besoknya saat mencoba lagi, bermodalkan nekad, ia langsung melihat ke depan, dan langsung melesat! Well, setidaknya 5 menit karena tak lama kemudian ia sudah siap kembali ke rumah karena paha perih dan detak jantung berdetak kencang.
Persiapan kedua, ia melahap semua blog, YouTube dan apapun yang bisa ditemukan di Google tentang JB.
Oriana bercerita bagaimana saat menonton video persiapan, hingga membaca blog perjuangan JB menuntaskan Unbound Gravel rasanya seperti menonton film aksi. Seolah sedang melihat sang pahlawan berjuang demi hidupnya melawan monster yang mengejar. Ia ikut deg-degan saat stok air sudah mulai menipis karena Camelbak-nya bocor. Ia merasa lega ketika JB bersepeda sendirian namun kemudian bertemu sepasang cyclist yang kemudian “menemani” nya. Ia garuk-garuk-garuk ketika matahari terbenam dan serangga-serangga mulai bermunculan, menjadi tantangan baru untuk JB. Hingga akhirnya JB kembali ke Emporia, Kansas, dan menyelesaikan Unbound Gravel, barulah Oriana bisa bernapas lega. Pahlawannya menang.
Langsung pertanyaan demi pertanyaan ia siapkan. Terus terang saya juga nitip beberapa pertanyaan karena ingin tahu, apa sih yang bisa membuat Sang Ketua Gowes bertahan? Rasanya ini bukan lagi kisah tentang seseorang arek Suroboyo yang menyelesaikan ajang Unbound Gravel, melainkan seorang manusia yang berhasil melawan dirinya sendiri, dan sampai di puncak.
Bermodalkan sepeda dengan tanduk custom, JB menyusuri medan yang berbatu dan dikelilingi ladang dan sapi hitam.
LESSONS LEARNED
“Ini kan acara high endurance, ini kan benar-benar gila, jaraknya 333 kilo, dengan jalan yang bukan aspal, anginnya juga begitu. Otomatis namanya gangguan itu banyak. Menurut saya tantangan utama dari sepedaan yang berjarak seperti ini itu adalah diri kita sendiri,” ujar JB.
Tambah JB, “Kita lewat satu jalan, ada bule berhenti, kita kan tergoda juga… enak juga ya kalau berhenti… Tantangan melawan diri sendiri memang yang paling berat. Saya rasa ini sama seperti di stock market…. Kita ini rasanya gak sampe-sampe, jaraknya masih jauh. Kalau di stock market juga, kok ga untung-untung. Padahal teman-teman mungkin sudah take profit atau cut loss. Kita untuk benar-benar disiplin pegang barang lama kan ga mudah. Sakitnya long endurance itu sama dengan sakitnya megang saham jangka panjang.”
Kekuatan mental JB sudah pasti diuji dalam acara ini. Sepanjang menonton IG Live ini , saya menyimpulkan beberapa hal yang menurut saya adalah pelajaran dari JB tentang cara mengalahkan diri sendiri.
Pertama, sebelum mengalahkan diri sendiri, kita harus mengenali diri sendiri dulu.
Saat persiapan Unbound Gravel, JB tahu kalau ini adalah track yang panjang dan berat sehingga membutuhkan asupan. Jadilah dalam memilih makanan dan minuman ia tahu mana yang akan memberikan energi terbaik. Ia mengkalkulasikan setiap berapa jam ia harus makan, dan ia dengan penuh disiplin menjalankannya. Ia juga tahu makanan apa yang bisa tetap segar, solid, kalori tinggi, bisa di taruh di kantong, dan tetap menambah appetite. Inilah makanan yang ia siapkan dan menjadi temannya sepanjang perjalanan.
Disiplin juga menjadi kata kunci, karena di sepanjang perjalanan hidup akan datang masalah silih berganti. Di Unbound Gravel, saat siang hari masalah terberat adalah panas. Saat malam tiba, masalah penglihatan dan serangga-serangga yang berterbangan. Juga angin menjadi tantangan. “Selama Anda disiplin makan dan minum, di atas sepeda, saat sore menjelang datang, badan akan terasa enak dan segar. Ini saya sebut magic hour.”
Satu pelajaran lain dari JB adalah cara ia mengatasi masalah. “Menjalani sesuatu jangan panik, dan kita jalani saja,” ujar JB saat ia menghadapi masalah camelbak yang bocor. “Saya tahu mungkin ini tidak bisa finish, tapi saya akan mencoba sampai titik darah terakhir dulu. Untungnya setelah jalan puluhan kilo tanpa air, ternyata panitia menyiapkan water station kejutan yang tidak diumumkan.”
Sebagai manusia, lelah dan masalah itu hal biasa. Tapi, JB tidak mencoba untuk menjadikan masalah itu alasan untuk menyerah. Ia tahu kemampuan dan batasannya sendiri, dan ia terus maju.
Sama seperti track Unbound Gravel, kehidupan ini juga panjang, seakan tanpa akhir, penuh tantangan dan cobaan.
Anda, saya, dan kita semua juga telah melewati masa kering yang panjang dengan adanya pandemi Covid19. Saat titik terang mulai terlihat, lalu muncul gelombang kedua yang menyerang dengan dahsyatnya sampai-sampai pemerintah harus menarik rem darurat. Satu persatu sanak saudara dan teman mulai mengabari berita “positif” dan kabar kehilangan ada dimana-mana. Inilah mengapa berbincang dengan John Boemihardjo membawa sedikit harapan untuk saya, Oriana dan Bias.
Ya, benar, JB sampai ke garis finish. Tapi toh, di akhir itu tak banyak yang diingat. Mungkin hanya ada medali akan menjadi pengingat yang manis. Justru yang terus membekas di ingatan adalah setiap kemenangan kecil yang ia dapatkan di sepanjang perjalanan.
Saat bertemu water station dadakan setelah puluhan kilo kehausan.
Saat bertemu pasangan cyclist di saat sudah berjalan lama di tengah matahari yang mulai terbenam seorang diri.
Saat tuna sandwich biasa terasa begitu nikmatnya.
Saat berhasil menaklukkan bukit pertama, kedua, ketiga…
“Setiap perjalanan itu adalah proses, jadi harus melalui little wins dulu. Karena kalo kita maunya big gains terus bisa copot di tengah jalan… Seperti saat main sepeda, awalnya main flat baru lanjut ke tanjakan. We have to celebrate the little wins,” ucap JB mengakhiri perbincangan.
Kita memang sedang mengalami masa yang sulit dan menakutkan dengan adanya pandemi ini. Pelajaran hidup dari JB ini sangat menyemangati saya. Semoga di sepanjang jalannya akan ada banyak “water station” dadakan yang memberi kita kekuatan ekstra!
Saya akan mengakhiri tulisan kali ini dengan sebuah puisi yang ditulis oleh putri saya, Ivey. Rasanya indah sekali melihat cara pandang seorang remaja seputar perjalanan kehidupan. Sederhana, tapi membuat kita ingin terus tersenyum hingga garis finish tiba.
Selamat menikmati perjalanan hidup ini.
Co-written oleh Wuddy Warsono dan Oriana Titisari, 3 Juli 2021.
Ilustrasi oleh Joelle Warsono.
Lihat Blog Lainnya
Apa Benar Biaya Hidup itu Murah?
Lagi-lagi saya tergelitik karena post salah satu influencer dan “edukator” saham. Katanya, biaya hidup itu sebenarnya murah. Benarkah?
Baca SelengkapnyaMales Sih Lo!
Belakangan lagi heboh banget soal financial influencer mengomentari suatu tweet dari Dea Anugrah, jurnalis yang saya sangat hormati karyanya.
Baca SelengkapnyaTo The Moon?
Janji “to the moon” ini manis sekali. Siapa sih yang tidak mau ke bulan?
Baca Selengkapnya