Kala Pasar Modal Menggoda
Perusahaan secara kesehariannya membutuhkan modal kerja untuk beroperasi, dan terkadang melakukan kegiatan ekspansi. Namun, aktivitas tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan terkadang kas perusahaan tidak mencukupi karena terdapat kebutuhan lainnya yang harus dipenuhi. Lalu, perusahaan pun mempertimbangkan sumber pendanaan yang sesuai agar kegiatan operasi dan ekspansinya dapat berlangsung dengan lancar sekaligus mempertimbangkan kelangsungan perusahaan di jangka panjangnya.
Sumber pendanaan umumnya berasal dari: 1) Modal sendiri; 2) Investor untuk perusahaan di tahap awal (angel investors dan/atau modal ventura); 3) Laba ditahan; 4) Pinjaman bank dan penerbitan obligasi; 5) Penawaran saham kepada publik. Semakin besar skala perusahaan, maka semakin banyak juga wadah yang dapat dipilih oleh perusahaan untuk mendapatkan pendanaan. Pada tahap awal/rintisan, umumnya perusahaan mendapatkan pendanaan dari si pemilik perusahaan sendiri, atau dari modal ventura dan angel investor yang berminat. Setelah bisnisnya semakin stabil dan menciptakan laba, beberapa bagian dari laba dapat dijadikan modal (laba ditahan). Semakin besar kebutuhan untuk berekspansi, maka perusahaan juga dapat mengajukan pinjaman ke bank dengan syarat-syarat tertentu serta memberikan jaminan, dan perusahaan berkewajiban untuk membayar bunga pinjaman kepada bank. Melalui pasar modal, perusahaan dapat menerbitkan obligasi yang diikuti dengan pembayaran kupon kepada pemegang obligasi serta berkewajiban mengembalikan seluruh dana yang diterima ketika jatuh tempo. Pada saham, pemilik perusahaan melepas kepemilikannya pada perusahaan kepada masyarakat, institusi, bahkan perusahaan lain. Apabila ingin go public, maka perusahaan tersebut juga harus tunduk terhadap peraturan dan memenuhi kewajiban tertentu.
Bagi investor di pasar modal, berinvestasi pada perusahaan publik perlu memperhatikan kemampuan pembayaran pada perusahaan yang menerbitkan obligasi, dan fundamental pada perusahaan yang melepas kepemilikannya. Di tengah tingginya level dan potensi berlanjutnya kenaikan suku bunga, biaya bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan yang menggunakan pinjaman bank juga semakin tinggi, serupa dengan imbal hasil yang ditawarkan oleh perusahaan yang ingin menerbitkan obligasi agar kompetitif dengan tingkat suku bunga. Sehingga, beberapa perusahaan cenderung memilih untuk melepas saham, yakni melalui IPO ataupun rights issue dibandingkan mengajukan pinjaman kepada perbankan ataupun menerbitkan obligasi. Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa pada tahun 2023 akan semakin banyak perusahaan yang go public dan aksi korporasi rights issue.
Dengan adanya rights issue, maka investor eksisting berhak untuk membeli saham di bawah harga pasar (harga penebusan right lebih kecil dibandingkan harga pasar). Namun, terdapat potensi bahwa harga pasar akan menurun bahkan ke tingkat yang lebih rendah dibandingkan harga penebusan right. Sehingga, right pun menjadi tidak menarik karena investor eksisting dan investor yang belum memiliki saham perusahaan tersebut dapat membeli saham dengan harga yang lebih murah. Investor pun dapat memilih untuk menebus, menjual, atau tidak melakukan aksi apapun terhadap rights yang dimiliki. Apabila investor memilih untuk tidak melakukan apapun, pemegang saham akan mengalami dilusi pada kepemilikannya. Sekilas, rights issue mencerminkan bahwa perusahaan membutuhkan dana dan dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan sedang kesulitan secara finansial, namun aksi korporasi ini sangat wajar sekalipun untuk perusahaan yang besar dan tidak memiliki permasalahan dari neraca keuangannya. Sehingga, investor perlu mencermati alasan dibalik rights issue pada perusahaan.
Pada tahun 2022, BEI memberikan peluang bagi 59 perusahaan untuk menggelar IPO dan melantai di bursa. Namun, cukup banyak dari perusahaan tersebut yang mengalami penurunan harga saham secara signifikan, dan banyak yang bertengger di harga Rp 50 per lembarnya. IPO menjadi cara yang menarik untuk mendapatkan pendanaan walaupun kondisi bisnis belum matang secara operasional dan skalanya masih cukup kecil. Dengan harga penawaran yang kecil, maka saham rawan mengalami volatilitas yang tinggi dan pergerakan harga sahamnya sulit untuk diproyeksi. Penting bagi investor yang ingin berinvestasi/berpartisipasi pada IPO perusahaan untuk mempelajari fundamental dan prospek bisnis/industrinya untuk mencermati perusahaan manakah yang telah mapan untuk melakukan IPO dan ‘layak’ untuk diinvestasikan agar tidak mengalami kerugian.
Happy investing!
Disclaimer: Analisis dan informasi yang terkandung dalam artikel ini mengandung opini yang bersifat subjektif. Keputusan dan hasil dari investasi merupakan risiko dan tanggung jawab dari masing-masing investor.
Lihat Blog Lainnya
Market Research 13 Februari 2023: Indonesia Growth
Perekonomian Indonesia tumbuh 5,31% sepanjang tahun 2022. Ekspor mengalami kenaikan sebesar 16,28% yang berkontribusi hingga 25% terhadap PDB, dan konsumsi berkontribusi hingga 52% terhadap PDB. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga belum kembali ke level sebelum pandemi COVID-19 karena angka pengangguran masih belum mengalami perbaikan. Sehingga, konsumsi diproyeksikan meningkat pada libur Lebaran dan persiapan tahun politik. Kontribusi dari sektor manufaktur terhadap PDB mengalami penurunan sejak tahun 2020 hingga tahun 2022. Deindustrialisasi ini dapat mempengaruhi multiplier effect pada perekonomian. Melalui reorientasi ekspor dan berfokus pada negara nontradisional, perkembangan variasi produk, memberikan insentif bagi industri manufaktur, dan pembatasan impor dapat meningkatkan kontribusi manufaktur terhadap PDB Indonesia. Berikut merupakan market insights dari domestik dan global:
Baca SelengkapnyaPositif Negatif dari Si Uang
Kas menjadi salah satu komponen yang berperan penting pada portofolio investasi, baik dari sudut pandang investor pribadi maupun manajer investasi. Strategi pengelolaan investasi untuk menciptakan imbal hasil yang optimal berdasarkan risikonya, tidak lepas dari pengelolaan kas yang sesuai. Seperti pada tahun 2022, para investor dan manajer investasi yang cenderung menghimpun kas dibandingkan menginvestasikannya, karena pandangan pada tingginya volatilitas dan ketidakpastian ekonomi.
Baca SelengkapnyaMarket Research 6 Februari 2023: Revised Growth Projection
IMF merevisi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 menjadi 2,9% dari sebelumnya 2,7% berkat pembukaan ekonomi China mendorong pemulihan ekonomi global. Selain berlanjutnya perang RUS-UKR, utang menjadi risiko tambahan bagi negara-negara berkembang. Pada WEF (World Economic Forum) 2023, perlambatan ekonomi yang lebih moderat membuka peluang terjadinya soft landing. IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8%, dari yang sebelumnya 5%. Sedangkan, UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) memprediksi pertumbuhan Indonesia sebesar 5%. Pemerintah Indonesia tetap optimis untuk perekonomian kuartal pertama dan kestabilan nilai tukar Rupiah berkat pencabutan PPKM dan indikator makroekonomi yang membaik. Berikut merupakan market updates secara domestik maupun global:
Baca Selengkapnya