Kisah Dua Sahabat
Berkat persistensi istri, akhirnya saya sempatkan nonton satu lagi K‑drama. Squid Game. Jujur, saya harus mengakui bahwa walaupun very dark dan twisted, Squid Game memang amat memikat. Kombinasi momen-momen yang aneh (kebanyakan in a good way), yang menegangkan, dan yang mengaduk-aduk perasaan, memaksa saya untuk berkontemplasi. Soal kehidupan.
Secara garis besar, film ini bercerita soal orang-orang yang berpartisipasi dalam sebuah permainan dengan hadiah uang dalam jumlah yang amat besar bagi pemenangnya. Tapi ini bukanlah sebuah permainan biasa, karena risiko yang dipertaruhkan begitu besar, yaitu nyawa para pesertanya.
Saya belum tamat nonton serial ini (jadi aman dari spoiler), tapi ada banyak karakter, kata-kata, dan adegan yang begitu berkesan bagi saya. Meminjam bahasa penulis Trevanian dalam novelnya Shibumi yang diterbitkan tahun 1979, kata-kata di film ini suka terasa begitu benar, sehingga tidak lagi diperlukan kehadiran yang menyolok. Juga ada kemarahan, kesedihan dan penyesalan yang begitu intens, sehingga tidak lagi perlu tampilan yang memikat. Sebuah bentuk otoritas, tanpa perlu adanya dominasi.
Juga satu lagi yang berharga, adalah pelajaran untuk mencari pemahaman dan bukannya sekedar pengetahuan. Secara khusus, hal ini diwakili oleh dua karakter di serial ini, yaitu Gi Hun dan Sang Woo. Mereka adalah teman masa kecil, tapi jalan hidupnya berbeda.
Sang Woo masuk ke universitas terkenal dan punya karir cemerlang di bidang investasi.
Sementara sahabat masa kecilnya Gi Hun terjebak dalam kebiasaan berjudi. Karir maupun kehidupan keluarganya adalah bentuk satu kegagalan ke kegagalan berikutnya.
Toh keduanya, sang “investor” dan sang penjudi, akhirnya berakhir di tempat yang sama. Di Squid Game.
Membuat kita berpikir... Apakah investasi dan judi itu dua hal yang sama? Bukankah Gi Hun dan Sang Woo akhirnya berlabuh di tempat yang sama?
Setelah merenung dan mencoba berpikir, saya teringat apa yang pernah dibilang oleh investor legendaris Howard Mark, co-founder Oaktree Capital: “There are two kinds of people who lose money: those who know nothing and those who know everything”.
Ada dua macam orang yang akan kehilangan uangnya. Mereka yang tidak paham soal risiko dan investasi ala Gi Hun. Atau mereka yang merasa tahu segalanya dan mengambil resiko tanpa takaran ala Sang Woo.
Jadi bukan soal sisi investor seorang Sang Woo yang menjadi problem. Melainkan rasa percaya diri berlebih dan kurangnya rasa hormat pada kemungkinan akan terjadinya permanent loss, rugi yang permanen. Dan rugi permanen Sang Woo ini ini dipicu oleh elemen leverage derivatif yang ditambah dengan kecurangan memakai uang orang lain. Masih meminjam wisdom dari Howard Mark: “Leverage magnifies outcomes but doesn’t add values”.
Saya tidak anti leverage, kalau dalam batas-batas yang wajar. Misalnya beli rumah dengan memakai KPR, hal ini pernah saya lakukan. Namun dengan penggunaan margin atau leverage berlebihan, kalaupun tesis investasi kita akhirnya benar, kita mungkin tidak akan pernah menikmati hasilnya. Posisi kita mungkin keburu harus ditutup karena margin call telah menyapa.
Dalam hal ini, Sang Woo mungkin berpikir dia sedang berinvestasi, padahal yang tengah dilakukannya adalah berspekulasi. Berjudi. Secara esensi, mungkin tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh sahabat masa kecilnya, Gi Hun. Mungkin itu sebabnya keduanya bertemu di Squid Game.
Masih dalam perkara investasi versus spekulasi, sepertinya wajib hukumnya untuk menyimak apa yang pernah dibilang oleh Ben Graham, gurunya Warren Buffett.
Dalam pandangan Ben Graham, seorang investor menghitung berapa nilai wajar sebuah saham, berdasarkan nilai bisnisnya. Sedangkan seorang spekulator berjudi bahwa harga saham yang dibelinya akan naik karena akan ada orang lain yang berani bayar bahkan lebih tinggi.
Satu hal lagi. Graham juga bilang bahwa mereka yang sedang berinvestasi, akan menciptakan kekayaan untuk dirinya. Sedangkan mereka yang sedang berspekulasi akan menciptakan kekayaan untuk brokernya semata.
Story telling ala Squid Game memang amat memikat. Antara lain karena kita tidak dibebani oleh perlunya setumpuk bukti atas cerita tadi. Dalam menikmati sebuah cerita, kita sedang menggunakan otak kanan kita, yang membuai kita dengan imajinasi.
Mungkin kita nikmati saja Squid Game sebagai sebuah kisah yang amat menarik. Mungkin tidak perlu overthinking. Yang jelas, tidak perlu berspekulasi.
Lihat Blog Lainnya
Asetku, Diapain Ya?
Kamu yang membaca artikel ini pasti merupakan seorang investor.
Baca SelengkapnyaBisa Masuk, Gak Bisa Keluar?
Dari jaman SD, ada dua hal tentang keuangan yang selalu diajarkan oleh guru dan orang tua kita:
Baca SelengkapnyaInflasi: Diam Diam Gerus Uang
Siapa yang nggak pernah makan Indomie? Selain anak-anak yang tidak diperbolehkan makan Indomie oleh orang tuanya, saya rasa hampir semua orang Indonesia pernah makan mie instan yang satu ini.
Baca Selengkapnya