In a Blink of an Eye...
Source: Pasardana, JCI measured from Jan-2020 to Dec-2022
Pada awal tahun 2020, mewabahnya pandemi COVID-19 menekan laju IHSG sebesar ‑37,49% hingga bulan Maret. Apabila diukur dari titik terendah pada masa penurunan tersebut, maka membutuhkan waktu sekitar 12 bulan (3 bulan drawdown dan 9 bulan recovery) agar investasi sejak awal tahun 2020 mencapai titik impas. Setelah itu, kembali terdapat drawdown selama 5 bulan, yang membutuhkan waktu recovery selama 7 bulan. Hal ini menunjukkan market overreaction yang memberikan dampak terhadap pergerakan IHSG, dan mismatch (ketidaksesuaian) antara waktu dari drawdown dan recovery yang dibutuhkan.
Source: Pasardana, JCI measured from Jan-2022 to Dec-2022
Apabila diisolasi pada tahun 2022 saja, kita dapat melihat bahwa bullish 3 bulan pada IHSG hilang sekejap dalam waktu kurang dari 1 minggu, serta pattern yang cukup serupa juga terlihat pada bulan seterusnya. Dalam time frame yang lebih kecil, sensitivitas dan mismatch pada pasar saham pun lebih terlihat dan lebih signifikan.
Do you remember? Sekitar pertengahan tahun 2022, pasar modal di seluruh dunia mengalami kontraksi yang mendalam akibat kenaikan suku bunga Fed. Ditambah dengan berbagai gejolak ekonomi lainnya, kekayaan dari para triliuner dan pebisnis mengalami penurunan secara signifikan, seperti Elon Musk yang mengalami penurunan kekayaan sekitar USD 77,6 miliar karena menurun signifikannya harga saham Tesla. Nyatanya, kondisi market pada saat tersebut menyebabkan top 50 richest people lost their money in total of USD 563 billion! Bayangkan, aset yang mereka bangun tidak hanya membutuhkan waktu bertahun, tetapi juga membutuhkan modal, investasi di atas leher dan investasi aset, dan experience atau jam terbang yang tinggi juga serta pengorbanan lainnya. Sayangnya, kekayaan yang mereka bangun menguap hanya dalam waktu kurang dari sebulan (walaupun begitu, mereka masih menjadi one of the richest).
Dampak yang dirasakan oleh rich people juga pastinya dirasakan oleh kita yang juga berinvestasi atau trading, terutama aset yang fluktuatif (seperti saham) dan aset yang sangat fluktuatif (seperti kripto). Tentu saja ini akan berdampak pada menurunnya floating profit dalam sekejap, atau bahkan berubah wujud menjadi floating loss. Tidak sedikit dari mereka yang ‘kurang berhati-hati’ dalam menempatkan uangnya, sehingga kehilangan tabungan hidup—bahkan menunggak karena modal investasinya menggunakan leverage. Tidak tanggung-tanggung, sebagian masyarakat juga tergiur akan tawaran robot trading. Tidak hanya fixed return, para nasabah juga bisa mendapatkan komisi apabila mengajak sesama untuk menjadi member. Yah, tak perlu dijelaskan lagi ujungnya seperti apa.
Sekarang, let’s look at the bigger and broader picture, and fast forward a little. Tidak hanya wealthy people saja yang terdampak hingga sekarang. Di AS, sekitar 43% dari boomers mengatakan bahwa kondisi keuangannya saat ini lebih buruk dibandingkan tahun lalu (2021). Mereka—para boomers dan _Gen X—_cukup invested di pasar saham dan tidak lagi bekerja, sehingga dengan kondisi saat ini pastinya kekayaan juga menurun dan tidak ada buffer income. Ternyata, bahkan yang wealthy (jutawan) sekalipun juga merasa bahwa mereka ‘biasa saja’ atau ‘tidak sekaya yang sebelumnya dirasakan’. Serupa namun tak sama, kedua masyarakat yang berbeda berdasarkan kekayaannya juga mengalami kesulitan pada kondisi keuangannya. Selain living from paycheck to paycheck, cutting back juga terpaksa dilakukan agar memenuhi kebutuhan di masa inflasi ini.
Yah, memang secara realistis pastinya yang upper class masih memiliki buffer dari asetnya, dibandingkan lower class yang harus men-stretch budget seefisien mungkin dan mencari alternatif sebanyak mungkin hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, lesson yang terpenting adalah: Tidak ada yang tidak mungkin terjadi pada kondisi keuangan kita walaupun kita wealthy enough to not worry about it. Even the richest can lose their wealth (and for some cases, social status) in a blink of an eye.
Mengingat bahwa dengankondisi pasar modal dan ekonomi, baik secara domestik dan global, apapun juga dapat terjadi yang memengaruhi nilai kekayaan kita. Hal tersebut dapat mendorong kita sebagai investor untuk melakukan kegiatan yang ‘tidak rasional’ dan menyebabkan budgeting and planning hingga investment decision making pun dipengaruhi oleh emosi dibandingkan logika dan rencana awal, tindakan yang juga terjadi pada masa Pesta Bola Dunia (full article). If it is too good to be true, then it probably is. Sehingga, jangan lupa untuk melakukan riset dan perencanaan mendalam pada keuangan agar kekayaan kita bisa sustain dalam jangka panjang, dan kita tetap bertahan pada masa-masa yang sulit.
Expect the best, prepare for the worst, capitalize on what comes. — Zig Ziglar
Lihat Blog Lainnya
Alternatif Investasi: Mengenal IDX30 Futures dan Cara Kerjanya
Recap of Structured Product Day — Pasar Naik Turun Tetap Cuan Dengan IDX30 Futures
Baca SelengkapnyaIs Cash the King… or is it?
Sepanjang tahun 2022, porsi kas dalam portofolio yang dikelola oleh manajer investasi mencapai 14% dari total nilai aktiva bersih (NAB), lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar sebesar 9%. Secara sekilas, terdapat sekitar 5% tambahan dari total dana industri di reksa dana yang belum ‘dibelanjakan’ oleh manajer investasi. Terus, kenapa kas ini tiba-tiba membludak?
Baca Selengkapnya